Transisi Kuasa Ekonomi: Era “9 Naga” Menuju “9 Haji”?

Jun 6, 2025 - 02:02
Jun 6, 2025 - 02:06
 0  380
Transisi Kuasa Ekonomi: Era “9 Naga” Menuju “9 Haji”?
Ilustrasi foto kekuatan ekonomi baru 9 haji VS 9 naga

RAHMADNEWS.COM | JAKARTA – Pergantian pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto bukan hanya menandai babak baru dalam politik nasional, tetapi juga membuka kemungkinan perubahan dalam konstelasi kekuatan ekonomi Indonesia. Isu ini muncul ke permukaan seiring dengan perkiraan bahwa dominasi kelompok bisnis yang dikenal sebagai "9 Naga" akan segera tergeser oleh kekuatan baru: "9 Haji" sekelompok pengusaha pribumi muslim dari berbagai daerah.

Istilah "9 Naga" bukan hal baru dalam peta bisnis dan politik Indonesia. Meski tak pernah diakui secara resmi, istilah ini digunakan untuk menggambarkan sembilan konglomerat besar yang diyakini memiliki pengaruh kuat terhadap arah kebijakan nasional, terutama sejak era Orde Baru. Mereka menggambarkan bak kentut: tak terlihat, tapi terasa dampaknya.

Konsep ini merupakan kelanjutan dari kelompok konglomerat sebelumnya, “Gang of Four”, yang terdiri dari Liem Sioe Liong (Sudono Salim), Liem Oen Kian (Djuhar Sutanto), Ibrahim Risjad, dan Sudwikatmono. Mereka disebut pelaku sebagai simbiosis mutualisme dengan kekuasaan: saling menopang demi kelangsungan bisnis dan stabilitas politik.

Nama-nama yang kerap disebut sebagai bagian dari "9 Naga" meliputi:

1. Robert Budi Hartono (Grup Djarum)

2. Rusdi Kirana (Lion Air Grup)

3. Edwin Soeryadjaya (Astra Internasional)

4. Sofjan Wanandi (Grup Santini)

5. Jacob Soetoyo (Gesit Group)

6. James Riady (Grup Lippo)

7. Tommy Winata (Grup Artha Graha)

8. Anthony Salim (Grup Salim)

9. Dato' Sri Tahir (Grup Mayapada)

Kelompok ini dinilai memiliki jaringan yang luas dalam pemerintahan, media, perbankan, hingga proyek-proyek strategis nasional.

Menurut laporan The Asian Post dan sumber-sumber lain yang enggan menyebutkan namanya, pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto memiliki pendekatan yang berbeda terhadap oligarki bisnis. Tidak lagi berpijak hanya pada konglomerat lama yang dihapus dari Tionghoa - Indonesia, kini pemerintah diduga mulai mendekatkan diri dengan para pengusaha pribumi mayoritas Muslim yang memiliki basis kekuatan ekonomi di daerah.

Mereka ini dijuluki sebagai “9 Haji” bukan hanya karena status haji mereka, tetapi juga karena kekayaan dan pengaruhnya yang mulai menyaingi dominasi 9 Naga.

Berikut daftar nama yang kerap dikaitkan dengan kelompok 9 Haji:

1. Samsudin Andi Arsyad (Haji Isam)

Pendiri Jhonlin Group, penguasa batubara dari Batulicin, Kalimantan Selatan. Kini merambah bisnis biodiesel, penerbangan (Jhonlin Air), hingga perkebunan.

2. Kalla Group (Haji Kalla)

Dikelola oleh keluarga mantan Wapres Jusuf Kalla, berpengaruh besar di sektor distribusi otomotif, logistik, energi, hingga properti di kawasan timur Indonesia.

3.Muhammad Aksa Mahmud (Haji Aksa)

Pendiri Bosowa Group, raksasa industri semen dan infrastruktur dari Sulawesi Selatan. Pernah menjadi anggota DPD RI dan mertua dari Jusuf Kalla.

4. Abdul Rasyid (Haji Rasyid)

Pengusaha sawit dari Kalimantan Tengah, pemilik Citra Borneo Indah dan PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) yang terdaftar di bursa efek.

5. Abdussamad Sulaiman (Haji Leman)

Pendiri Mendiang Hasnur Group dari Kalimantan Selatan, mewariskan kerajaan bisnis tambang, transportasi, dan sepak bola kepada anak-anaknya.

6.Muhammad Zaini Mahdi (Haji Ijai)

Pemilik PT Batu Gunung Mulia, produsen batubara besar dengan kapasitas hingga 2 juta ton per bulan.

7. Anif Shah (Haji Anif)

Tokoh bisnis Sumatera Utara, pendiri Alam Group yang bergerak di sektor sawit dan properti. Ayah dari Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

8. Robert Nitiyudo Wachjo (Haji Robert)

Pemilik PT Nusa Halmahera Minerals, perusahaan tambang emas Gosowong di Halmahera. Terafiliasi dengan tokoh-tokoh militer dan keamanan.

9. Muhammad Hatta (Haji Ciut)

Rekan bisnis Haji Ijai, pemilik perusahaan tambang dan properti PT Batu Gunung Mulia Binuang di Kalimantan Selatan.

Perubahan arah ini dianggap sebagai bagian dari strategi pemerintah dalam mendistribusikan ulang kekuasaan ekonomi nasional yang lebih "berwarna lokal". Apalagi, selama beberapa dekade, pengusaha non-pribumi dianggap terlalu dominan dalam berbagai lini strategi bisnis.

“Ini bukan soal etnis atau agama,” ujar seorang pengamat politik ekonomi yang enggan disebutkan namanya. "Tapi soal upaya negara mengatur ulang pusat-pusat kekuatan ekonomi agar lebih merata dan tidak tersentralisasi pada segelintir elite."

Namun, apakah benar 9 Haji akan menggantikan dominasi 9 Naga secara penuh? Pengamat lainnya berpendapat bahwa kemungkinan besar yang terjadi adalah koeksistensi kekuatan lama dan baru, bukan eliminasi total. Dalam banyak hal, para pengusaha "baru" ini tetap memerlukan akses jaringan dan modal dari para taipan lama.

Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa politik dan ekonomi selalu berjalan seiring. Dari zaman Soekarno yang mendominasi negara, Soeharto yang pro-konglomerat, hingga reformasi yang membuka ruang kompetisi kekuatan ekonomi tetap menjadi mitra (atau lawan) strategis kekuasaan politik.

Kini, dengan naiknya figur-figur baru dari daerah ke panggung nasional, narasi tentang "9 Haji" bisa jadi mencerminkan pergeseran arus. Namun, seperti biasa, dalam dunia bisnis dan politik Indonesia, hal yang terlihat belum tentu menjadi kenyataan tunggal. Yang jelas, kekuatan ekonomi kini bukan lagi milik segelintir elit di ibukota, melainkan semakin meluas hingga ke pelosok nusantara.**

Editor : Ricky Sambari

(Redaksi/RH) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow