Pemisahan Pemilu Nasional Dan Daerah Diputuskan Mk, Masa Jabatan DPRD Berpotensi Diperpanjang
RAHMADNEWS. COM | JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah (lokal) mulai 2029, akan membawa konsekuensi serius terhadap masa jabatan anggota DPRD di seluruh Indonesia. Hal ini disampaikan menyusul kekhawatiran akan terjadi kekosongan jabatan pada tahun 2029 mendatang akibat tidak adanya ketentuan hukum mengenai penunjukan penjabat (Pj) untuk anggota DPRD sebagaimana berlaku bagi kepala daerah.
“Kalau bagi gubernur, bupati, wali kota kita bisa tunjuk penjabat seperti yang sudah terjadi. Tetapi untuk anggota DPRD, satu-satunya jalan adalah memperpanjang masa jabatannya,” ujar Rifqinizamy dalam keterangan pers di Gedung DPR RI, Kamis (26/6/2025).
Putusan MK tersebut merupakan hasil dari uji materi Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang kemudian dikabulkan dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pemilu nasional—yang meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden—dilaksanakan terpisah dari pemilu daerah yang melibatkan pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota).
Putusan ini membuka kemungkinan bahwa setelah pelaksanaan pemilu nasional pada 2029, pemilu daerah baru akan dilaksanakan dua hingga dua setengah tahun kemudian, yakni sekitar tahun 2031. Akibatnya, terdapat kekosongan masa jabatan pada lembaga legislatif daerah seperti DPRD tingkat provinsi, kabupaten, dan kota jika tidak dilakukan langkah antisipatif.
“Maka Komisi II harus segera menyusun norma transisi yang tepat, karena secara teknis pemilu lokal bisa jadi baru terlaksana 2 tahun hingga 2,5 tahun setelah pemilu nasional. Lalu bagaimana dengan keberlanjutan pemerintahan daerah yang tak memiliki anggota DPRD? Inilah yang menjadi tantangan utama yang harus kami atasi,” imbuh Rifqinizamy.
Ia menegaskan bahwa putusan ini akan menjadi materi penting dalam penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu yang saat ini tengah dibahas. Menurutnya, pembentukan norma baru harus segera dilakukan agar terdapat kepastian hukum dalam menjalankan pemilu di masa transisi tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan bahwa Mahkamah tidak menetapkan tanggal pelaksanaan yang spesifik antara kedua jenis pemilu. Namun MK memberi ruang bahwa pemilu daerah dapat diselenggarakan dalam rentang waktu paling cepat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden/Wakil Presiden serta anggota DPR/DPD hasil pemilu nasional.
“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilakukan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam kurun waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan tersebut, barulah digelar pemilu daerah,” ujar Saldi Isra dalam pembacaan putusan, Kamis (26/6/2025).
Putusan ini disebut-sebut sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemilu dan memperkuat konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Namun, di sisi lain, juga menimbulkan tantangan serius dalam penyesuaian regulasi dan penataan masa jabatan pejabat legislatif maupun eksekutif di daerah.
Komisi II DPR menyatakan siap untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan agar pelaksanaan pemilu nasional dan daerah dapat berjalan dengan tertib dan terstruktur, sekaligus menjaga kesinambungan roda pemerintahan di pusat maupun daerah.**
Editor : Ricky Sambari
(Redaksi/RH)
What's Your Reaction?




