Komisi XI DPR RI Soroti Kenaikan Cukai Rokok: Waspadai Dampak pada Daya Beli dan Industri Lokal

Jun 9, 2025 - 12:12
 0  31
Komisi XI DPR RI Soroti Kenaikan Cukai Rokok: Waspadai Dampak pada Daya Beli dan Industri Lokal
Foto Ketua Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun, istimewa

RAHMADNEWS. COM | JAKARTA - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyoroti secara serius kebijakan pemerintah terkait tarif cukai rokok yang terus meningkat setiap tahunnya. Ketua Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun, menyampaikan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, khususnya di segmen ekonomi menengah ke bawah, serta bisa mengganggu stabilitas penerimaan negara dalam jangka panjang.

“Penting untuk merumuskan kebijakan cukai yang berimbang agar tidak mendorong pergeseran konsumsi ke produk-produk yang tidak tercatat atau tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara,” tegas Misbakhun pada Senin (9/6/2025).

Ia menjelaskan, berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, mayoritas konsumen rokok di Indonesia berasal dari kelompok berpenghasilan sekitar Upah Minimum Regional (UMR) atau bahkan di bawahnya. Produk rokok dengan harga terjangkau di kisaran Rp13.000 hingga Rp15.000 per bungkus masih menjadi pilihan utama mereka. Namun, dengan kebijakan kenaikan tarif cukai yang signifikan, harga jual eceran rokok diperkirakan akan melonjak hingga di atas Rp20.000 per bungkus. Kondisi ini dipandang dapat menggerus daya beli masyarakat dan memicu pergeseran konsumsi ke produk ilegal atau tidak bercukai.

Politisi dari Partai Golkar ini juga menyoroti peran strategis pabrik rokok skala menengah dalam menopang ekonomi nasional, khususnya pada level daerah. Industri hasil tembakau skala menengah diketahui menyerap jutaan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung—mulai dari petani tembakau dan cengkeh, buruh linting, pedagang kecil, distributor lokal, hingga pekerja informal di sektor pengemasan dan logistik.

“Kita tidak bisa mengabaikan dampak struktural dari kebijakan fiskal yang terlalu menekan pelaku usaha skala menengah. Jika mereka terpuruk, bisa terjadi efek domino berupa penurunan serapan tenaga kerja, pengangguran meningkat, dan terganggunya perputaran ekonomi lokal. Ini tentu tidak sejalan dengan Visi Asta Cita Presiden Prabowo,” ungkap Misbakhun.

Lebih jauh, ia memperingatkan bahwa jika kebijakan cukai tidak memperhatikan keragaman struktur pelaku industri, maka akan terjadi konsentrasi pasar yang semakin kuat di tangan perusahaan-perusahaan besar yang berbasis otomatisasi dan bermodal besar. Saat ini, menurut data dari Asosiasi Industri Rokok, sekitar 70 persen produksi rokok nasional dikendalikan oleh korporasi besar, sementara pelaku industri kecil dan menengah hanya memiliki pangsa pasar terbatas.

“Jika tren dominasi pasar ini terus berlangsung tanpa intervensi kebijakan yang adil, maka iklim persaingan usaha akan terdistorsi. Pelaku industri kecil dan menengah yang cenderung padat karya akan menghadapi tantangan eksistensial,” kata Misbakhun, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) periode 2025–2030.

Menurutnya, pendekatan kebijakan fiskal yang mempertimbangkan daya beli masyarakat dan struktur ekonomi rakyat akan jauh lebih efektif untuk memastikan keberlanjutan penerimaan negara melalui sektor cukai. Ia mengingatkan bahwa kebijakan yang hanya berorientasi pada target penerimaan tahunan tanpa mempertimbangkan dinamika sosial ekonomi masyarakat justru akan melemahkan basis penerimaan cukai itu sendiri.

Sebagai tindak lanjut dari sorotan ini, Komisi XI DPR RI berencana untuk segera memanggil Menteri Keuangan beserta jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta pihak-pihak terkait lainnya guna membahas arah kebijakan fiskal khususnya dari sektor hasil tembakau dalam kerangka Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

“Dengan pendekatan yang komprehensif dan berbasis data, kita harapkan akan lahir kebijakan yang mampu menyeimbangkan antara kebutuhan fiskal negara, keberlanjutan pelaku industri skala menengah, dan stabilitas ekonomi lokal secara keseluruhan,” tutup Misbakhun.**

Editor  :  Ricky Sambari

(Redaksi/RH) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow